Fenomena Pagar Listrik

Standar

Apakah cmut mau ngajarin bikin pagar listrik? Atau ngajarin cara memanjat pagar listrik? Tentu saja TIDAK. It’s impossible.hahaha… hmmm… hanya sekedar sharing aja tentang suatu hal yang cmut pernah dengar di suatu radio tentang fenomena ini.
Cmut mau cerita dulu ah. Baca baik-baik ya!
Ada seorang penggembala sapi yang dipekerjakan oleh sebuah peternakan. Tiap hari penggembala itu harus menggiring sapi-sapi itu ke padang rumput di sebuah bukit. Hari pertama, dia tidak begitu memperhatikan keadaan padang rumput itu. Tetapi lama kelamaan dia heran dengan padang rumput tempat sapi-sapi gembalaannya itu merumput. Padang rumput itu gersang, hampir sudah tidak ada rumput yang bisa di konsumsi. Sedangkan padang rumput di sisi yang lain sangat hijau (ini bukan kata pepatah lo ya, “rumput tetangga lebih hijau”). Sapi-sapi gembalaannya tidak beranjak sedikit pun dari padang rumput gersang ke padang rumput yang lebih hijau. Bahkan, si gembala berusaha menggiring sapi-sapi itu ke padang rumput hijau. Namun usahanya gagal. Sapi-sapi itu tetap tidak mau beranjak. Si gembala pun mencari tahu apa yang menyebabkan sapi-sapi itu tidak pi-sapi gembalaannya tidak beranjak sedikit pun dari padang rumput gersang ke padang rumput yang lebih hijau. Bahkan, si gembala berusaha menggiring sapi-sapi itu ke padang rumput hijau. Namun usahanya gagal. Sapi-sapi itu tetap tidak mau beranjak. Si gembala pun mencari tahu apa yang menyebabkan sapi-sapi itu bergeming. Ternyata eh ternyata… penggembala yang sebelum-sebelumnya telah memasang pagar listrik di perbatasan padang rumput itu, agar sapi-sapi itu tidak terlalu jauh dari peternakan. Sapi-sapi itu akan kesakitan ketika mencoba keluar dari batas padang rumput itu. Beberapa kali hal itu terjadi, membuat sapi-sapi itu kapok, sehingga tetap makan rumput yang mulai menipis itu. Bahkan ketika pagar listrik itu sudah tidak ada lagi, sapi-sapi itu tetap tidak mau beranjak.
Nah, kawan. Itu hanya ilustrasi tentang sedikit ‘bagian’ dari hidup kita. Seringkali kita menciptakan batas-batas dalam pikiran kita akibat pengalaman buruk masa lalu. Dalam kehidupan, kita dibatasi oleh pikiran hingga kita tidak dapat berbuat lebih optimal. Kesakitan akan kegagalan masa lalu kadang membuat kita takut untuk melangkah. Muncul pikiran-pikiran negatif tentang monster-monster yang lebih menyeramkan saat kita hendak menentukan langkah. Meskipun sebenarnya, apa yang kita takutkan sudah tidak ada lagi. Artinya, kita hanya ketakutan dengan pikiran kita sendiri.
Batas-batas tersebut tercipta oleh pikiran atas dasar hasil belajar pada masa lalu. Namun, seringkali batas itu membuat kita terkungkung dalam kebiasaan yang biasa (maksudmu opo toh,mut? Hambuh…). Mendiami sebuah tempat yang bernama comfort zone. Sebuah tempat yang dirasa aman, mungkin dengan tidak melakukan apa-apa, tanpa resiko dan tanpa gangguan. Tapi hidup menjadi hambar dengan comfort zone itu. Memang sih lebih aman, tidak ada monster-monster. Terus saja begitu jika memang ingin menjadi katak dalam tempurung yang tidak bisa melompat lebih tinggi dari tempurung.
By the way, anyway, in the way on the bus way (malah nyanyi…). Kata ahlinya otak ni, otak kita itu ternyata lebih mudah menyimpan hal-hal yang negatif. Otak kita terprogram mudah mendeteksi hal-hal negatif. Neurotransmitter lebih cepat bereaksi kepada emosi negatif seperti marah, takut dan sedih. Hal itu juga yang digunakan pihak-pihak tak bertanggung jawab dalam aksi cuci otak yang sedang hot-hotnya akhir-akhir ini. Kembali ke topic. Karena otak lebih mudah bereaksi pada hal negatif, kita mengingat peristiwa menyedihkan bahkan traumatis yang kita alami di masa lalu. Contoh paling ekstrim adalah orang yang terkena fobia. Cemas dan ketakutan pada suatu hal tertentu yang sebenarnya tidak berbahaya.
Kembali ke pagar listrik. coba deh kita selami pikiran kita! Apakah masih ada bats-batas yang kita ciptakan sendiri? Kalo cmut sih tentu ada, berlapis malah. Hahaha…(makanya nulis ini buat bahan introspeksi n sharing). Pagar listrik-pagar listrik itu mungkin terlanjur kokoh. Tapi tak ada salahnya kalo kita mencoba merobohkan. Batas bekas pagar listrik itu juga harus hilang. Keberanian dan percaya diri, ya itu saja kuncinya. berani dan percaya diri dalam melangkah, mengambil resiko, menghadapi tantangan dan siap menuju kesuksesan. Kesuksesan terbesar adalah berani mengalahkan kegagalan masa lalu.
Tanpa kita sadari, kita pun menciptakan batas tak hanya pda diri kita tapi juga pada organisasi atau kelompok dimana kita bergaul. Dengan pengalaman masing-masing (termasuk pengalaman kelompok itu sendiri), membawa kelompok tersebut pada stagnansi. Inovasi yang muncul kadang ditanggapi dengan setengah hati karena dianggap terlalu riskan dengan kemungkinan terbentur tembok kegagalan. Lebih baik berjalan apa adanya daripada mengambil cara lain untuk melewati pagar listrik itu dengan resiko tersangkut di ujung pagar listrik yang runcing dan terbakar listrik. Pernahkah kita mengalaminya atau mungkin pernah merasakannya? Tanyakan pada rumput yang bergoyang!
Huuffttt… kalimat terakhir, janganlah terlalu percaya pada mata dan otak, karena pikiran kadang menipu kita dengan batas-batas ‘keamanan’. Gunakan logika dan perasaan, timbang baik buruknya dan percaya dirilah.
Sekali lagi, cmut Cuma berbagi. Bukan bermaksud menyinggung siapapun dan pihak manapun. Itu yang cmut rasakan. Cmut sadar, memiliki batas-batas pikiran yang menghambat langkah cmut. Oleh karena itu, cmut ga mau kawan-kawan semua mengalaminya. Dobrak saja batas-batas itu, kawan! Menjadi pribadi yang extra-ordinary!

mari komen, mari bicara!